Rabu, 25 Mei 2011

Sahabatmu, Inspirasimu...

Setiap orang pasti butuh orang lain untuk bisa menjalani kehidupan. Seorang teman atau sahabat menjadi sosok yang sangat penting keberadaannya selain keluarga. Dia bisa menjadi tempat bagi kita untuk berbagi kesedihan atau suka, tangis atau tawa. Dia bisa menjadi partner untuk kita berbagi cerita, pengalaman, pendapat, hobi, benci, dan cinta.
Sahabat hadir sebagai cermin bagi kita, untuk berpikir dan merasa. Dia menjadi inspirasi bagi kita dalam bertindak dan berucap. Tapi, sayangnya nggak semua orang bisa menjadi cermin yang layak bagi para sahabatnya mengaca. Nggak semua orang bisa menjadi inspirasi yang baik, jadi teladan bagi para sohibnya.
Coba lihat deh, orang-orang yang terlibat kasus narkoba kan nggak semuanya orang-orang yang punya masalah. Kayaknya harus direvisi deh kalau ada yang beranggapan kalau kebanyakan orang-orang yang junkies itu produk broken home, anak-anak yang nggak cukup mendapat kasih sayang ortu, lalu akhirnya memilih drugs jadi pelarian. Banyak juga ternyata yang awalnya anak yang baik-baik, alim, baik hati, pemalu, dan nggak sombong, orang tua adem-ayem, tapi terjerat drugs juga. Kok bisa ya?
Ada juga kasus seorang cewek yang akhirnya buka kerudung dan kembali mengumbar aurat. Padahal ortunya bahagia banget anak perempuannya bisa tampil cantik dengan ditemani ridho ilahi. Saudara-saudaranya walaupun nggak semua secara lisan mendukung, paling nggak diam, nggak sampai nyela. Ortu mendukung. Saudara-saudara juga fine-fine aja, terus kenapa juga si cewek jadi nekad kembali umbar aurat?
Terus, masih inget kasus genk cewek Nero? Heboh dan bikin geger! Masa’ sih cewek, makhluk halus eh makhluk yang diciptakan Allah Swt. dengan kehalusan rasa bisa tampil sangar ala bintang SmackDown? Ngeri banget! Bukan berarti cowok jadi boleh punya genk yang main kasar kayak gitu ya. Cowok memang diciptain Allah dengan kekuatan fisik lebih, tapi untuk perannya yang melindungi dan mengayomi bukan untuk main hantam. Nah, balik ke kasus Genk Nero. Gimana bisa cewek-cewek imut itu jadi kayak monster?
Fenomena lain nih yang paling banyak dijumpai adalah para remaja yang asyik dan santai merokok. Kayaknya enjoy gitu menghisap batang rokok yang sejatinya sumber penyakit! Nggak mikir uang yang dibelikan rokok adalah hasil kerja banting tulang emak sama bapak. Nggak mikir kalau tubuh-tubuh muda mereka yang segar itu mereka bikin jadi rapuh. Bisa ya?
Para junkies, cewek yang membuka kerudung, cewek-cewek Genk Nero, dan para remaja yang addict rokok adalah sebagian kecil fenomena yang ada karena inspirasi persahabatan. Miris? Iya memang. Teman, sahabat, sohib, karib, best friends, atau apapun panggilan kita untuk seorang sahabat seharusnya kan bisa menjadi inspirasi kebaikan bukan keburukan, bukan kemaksiatan. Persahabatan itu seharusnya menyelamatkan bukan menghancurkan. Seorang sahabat itu seharusnya bisa menjadi salah satu pintu bagi cahaya hidayah Allah Swt. datang, bukan sebagai pintu bagi jalan kesesatan.
Sedih banget deh pastinya kalau kita punya sahabat kayak gitu. Awalnya kita enjoy punya seseorang yang kita anggap udah bisa kasih solusi, tapi ternyata malah bikin susah dunia-akhirat. Bikin kita nyesel. Penyesalan kan emang datangnya selalu belakangan. An-Nabthi seorang penyair pernah menulis:
“Waspadalah terhadap teman kesenangan
Anggaplah mereka musuh
Teman selagi ada kenikmatan
Musuh kala sirna segala kenikmatan
Saat kau lewat, tak mau mereka memberi salam”
Tips bersahabat
Kenapa kita nnggak ambil langkah preventif? Kita pilah dengan cermat mana yang emang pantas dijadiin sahabat, baru ambil pilihan. Mau pilihannya valid? Pake dong standar yang juga valid, yang al-Quran dan as-Sunnah. Mau tahu gimana ciri-ciri orang yang layak dijadiin sahabat versi al-Quran dan as-Sunnah? Nih dia!

1. mencintai kita karena Allah.
2. mau saling mengunjungi karena Allah.
3. mau saling memberi karena Allah
4. mau saling menasihati dan membantu dalam kebenaran.
5. selalu mendoakan kita saat kita tidak bersamanya.
6. melindungi kehormatan kita, menutupi aib kita saat kita tidak bersamanya.
Persahabatan itu saling memberi yang terbaik, bukan saling menuntut yang terbaik. Makanya, untuk bisa punya sahabat yang mampu memberikan inspirasi di jalan kebenaran, kita kudu lebih dulu jadi sahabat yang inspiratif seperti itu. Kita harus mau berusaha untuk menjadikan diri kita sosok sahabat yang memang layak memberikan inspirasi yang mencerahkan.
Caranya? Never ending learning to get never ending improvement. Belajar tentang apa? Ya, belajar tentang Islam. Islam sebagai jalan hidup bukan Islam yang hanya label di KTP. Karena, dengan begitu kita sejatinya pun sedang belajar tentang hidup. Hidup yang indah sebagai anak dari orang tua kita, sebagai murid dari guru-guru kita, dan sebagai sahabat dari teman-teman yang mencintai kita. Dengan begitu, insya Allah kita bisa menjelmakan diri kita sebagai cermin yang bening yang bisa diandalkan sahabat-sahabat kita mengaca tentang diri mereka.
Rasulullah saw bersabda: “Seorang mukmin adalah cermin mukmin yang lain. Seorang mukmin adalah saudara mukmin yang lain, di mana saja dia bertemu dengannya, ia akan mencegah tindakan yang mencemari kehormatan saudaranya, dan akan melindunginya dari baliknya.” (HR Abu Dawud dan al-Bukhari, dengan isnad hasan dari Abu Hurairah)
Sulit? Berat? Pasti. Namanya juga jalan ke surga, mana ada yang gampang. Apalagi ke surga pengennya sama-sama, harus mau usaha lebih dong ya. Segala yang indah, termasuk persahabatan yang menginsiprasi kebajikan, itu perlu diperjuangkan, dude! Perjuangan yang nggak bakal sia-sia, karena balasannya surga. Indah!!!


*http://atepsupriatna.com/sahabatmu-inspirasimu/

Selasa, 24 Mei 2011

Jagalah hatiku Ya Allah...

Jikalau hati ini sakit ya Allah
Jadikanlah raga ini lelah merasakannya
Jadikanlah raga ini ikhlas mengerjakan apa yang Kau perintah dan menjauhi apa yang Kau larang.
Jikalau raga ini yang sakit ya Allah
Jadikanlah hati ini kuat dan ikhlas menahan rasa sakitnya
Dan jadikanlah hati ini pelindung jikalau raga sudah memang sangat sakit menahan setiap ujian dan cobaan dari-Mu
Agar senantiasa mengucurkan semangat hidup dalam raga ini dan senantiasa meningkatkan Keimanan dan Ketaqwaan..

Ya Allah, jagalah hati ini...
Jangan sampai Kau pudarkan aku di sisi-Mu...
Jagalah hatiku untuk selalu bermunajat kepada-Mu..
Jangan sampai aku masuk kepada cinta yang dusta..

Kutelah merasakan apa yang kurasa saat ini,
Tapi mengapa aku berada didalam kesedihan yang nyata?
Apakah ini kodrat yang Kau beri?
Ku selalu bersyukur pada-Mu...

Ya Allah, aku ingin kuseperti orang-orang yang selalu berjuang untuk Allah..
Tetapi tidaklah lurus apa yang sudah kulakukan...
Ku memang bukan manusia yang seperti Ummu Fatimah yang selalu bersabar akan cobaan dan selalu beriman kepada Engkau...
Aku adalah manusia diakhir zaman yang selalu ingin berjuang melawan godaan-godaan didunia ini...

Senin, 23 Mei 2011

Andai Ku Menjadi Penghafal Al-Qur’an

Sebuah pesantren milik Yayasan Ibnu Siena Tangerang. Banyak santri-santri yang mempunyai kelebihan dalam menghapal Al-Qur’an. Terutama 30 Juz, semuanya dihapal dengan cara setiap pagi dan petang. Para santri itu kebanyakan dari luar Pulau Jawa, bahkan dari Luar Negeripun ada. Namun, biaya dipesantren tersebut sangat mahal, bila dihitung kira-kira Rp 1 juta perbulan.


“Aku ingin tinggal dipesantren itu, seandainya aku bisa bersekolah disana...” Shafira, gadis kecil berumur dua belas tahun sedang memerhatikan bangunan pesantren itu. 
“Kamu mau? Bilang aja ke mamamu.. sekarang kan kamu mau menginjak SMP.” Temannya berusaha untuk menyenangkan hatinya. 
“Tapi, mama dan papaku sudah tiada, sebenarnya dulu ketika mamaku masih hidup, ia ingin aku bersekolah disana.. Dengan sekuat tenaga mamaku mencari uang untuk membekalkan aku hidup dipesantren ini.. Tapi, Allah berkehendak lain.. Keinginan mamaku belum tercapai”. Shafira mengingat kenangan mamanya ketika ia sedang duduk di bangku kelas 5 SD. 
“Innalillahi.. Maaf ya Shafira, aku tak tahu bahwa orang tuamu sudah tiada, tapi kamu harus menjalankan keinginan mamamu.. Ayo! Semangat sahabatku..” Nabila berusaha untuk menyenangkan hatinya yang sedang galau. 
“Iya makasih yaa sahabatku..” Shafira akhirnya tersenyum kembali. Jalan berdua ditengah terik panasnya raja siang. 
“Oh ya, terus sekarang kamu tinggal bersama siapa?” Tanya Nabila. 
“Aku sekarang tinggal bersama paman dan bibiku. Pamanku sangat sayang padaku, seperti anaknya sendiri.. Tapi bibiku, selalu membiarkanku sedih dan selalu menyuruhku seperti pembantu”. 
Saat mendengarkan cerita Shafira, Nabila tersentuh dengan ceritanya. memelas kasihan.
“Sabar ya Fir.. Allah sedang mengujimu untuk terus berusaha dan tidak pernah putus asa. Aku akan mendukungmu kawan!” Memberikan senyuman kepada Shafira. 
“Yaa, makasih juga kawan, kau sudah membuatku semangat untuk menjalani hidup ini.. Terima kasih Ya Allah..” terharu.
Setelah mereka berjalan melewati pesantren itu, mereka kembali menuju rumahnya masing-masing. 
“Aku pulang duluan ya Fir.. Semoga kau baik-baik aja dengan pamanmu..” 
“Iya, sekali lagi makasih ya.. Amin.. Hati-hati ya..” Sambil membelokkan sepedanya ke arah rumahnya. 

Dirumah, Shafira langsung menuju kamarnya. Tiba-tiba bibinya datang dan menyuruhnya membeli makanan untuk makan siangnya. 
“Fir.. beliin bibi lauk pauk buat nanti makan siang”. Baru saja Shafira datang ke rumah, sudah disuruh pergi lagi keluar. 
Nasib Shafira kian penuh dengan cobaan. Dengan kesabarannya yang tinggi, hingga mengikhlaskan semuanya. 
“Ya Allah, sampai kapan aku terus begini? Padahal aku kesini hanya ingin bersekolah di Pesantren Ibnu Siena itu” Hati kecilnya bicara. 
Sebenarnya, Shafira tinggal di Bogor. Tetapi karena Shafira ditinggal ayahnya, ia langsung diasuh oleh pamannya. Tujuannya Shafira hanya ingin bersekolah di Pesantren itu. Karena ia bercita-cita ingin keluar negeri dan melanjutkan kuliah disana. 
“Aku ingin kuliah di Mesir” Tekadnya.
Pulang dari warung, Shafira ingin membujuk bibi dan paman untuk menyekolahkan dia sampai dia tamat SMA. Tapi dia sepertinya tidak berani untuk mengungkapkannya kepada bibi, karena dia hanya menumpang dirumah ini. Justru ia harus berterima kasih. Akhirnya didalam hatinya bangkit untuk mengungkapkan apa yang ingin dia katakan. Walaupun sedikit canggung untuk mengungkapkannya.  
“Bi, boleh ga aku tinggal dipesantren? Yang didekat rumah ini?” Mulutnya bergetar.
“Memangnya kau sanggup untuk membayar Rp 1 juta sebulan?” Shafira tersinggung. 
“Bi, tapi aku ingin seperti mereka yang bisa menghapal Al-Qur’an dalam 30 Juz. Hebat banget kan?” tak kalah untuk mengucapkan kembali. 
Bibinya sangat cuek dan tertawa seakan menghinanya. 
“Ehmmm, memangnya nyari uang itu gampang ya, sampai Rp 1 juta sebulan?  Mendingan kamu mengaji tiap habis maghrib aja disana. Kalo itu baru gratis.” Lalu diam sejenak dan mengucapkan kata-kata yang tidak menyenangkan hati, bahkan membuat hati Shafira panas. 
“Ya Allah, memang benar apa yang diucapkan bibi, aku memang ga punya uang sedikitpun, malah aku dibekali oleh bibi untuk kehidupan sehari-hari”. Pasrah didalam hatinya melihat keadaan ini.
Walaupun akhirnya Shafira hanya diizinkan pada waktu ba’da maghrib, ia tetap senang dan bersyukur, karena ia masih bisa mengaji dipesantren itu. 
“Aku ingin mencari ilmu, gak apa-apa deh hanya mengaji ba’da maghrib aja dan aku ingin benar-benar bisa menghapal isi ayat Al-Qur’an itu”.

Setiap harinya Shafira tetap setia pergi ke pesantren itu, meski hanya ba’da maghrib saja. Shafira tetap bertekad ingin benar-benar belajar. Tetapi, yang menjadi masalahnya, Shafira selalu diperlakukan seperti pembantu di rumah bibinya. Shafira ingin bertahan walau sakit itu terus ada dibenaknya demi belajar menghapal Al-Qur’an.   

Paman selalu pulang malam, jadi tak heran kalau Shafira benar-benar baik-baik saja bersama bibinya. Padahal sangat fatal atas perlakuan bibinya terhadap Shafira pada siang hari. Dan betapa sedihnya Shafira pada waktu itu. Paman selalu membela ia, sedangkan bibinya sangat membencinya. Meskipun bibinya adalah bibi yang baik, tetapi bibinya selalu memarahi dia ketika dia melakukan kesalahan walau sedikit. Shafira ingin tinggal dipesantren itu, tapi bibi menolaknya. Akhirnya Shafira memutuskan untuk kabur dari rumah pamannya, dan pergi kembali ke Bogor.

Ketika pamannya mengetahui Shafira kabur dari rumahnya, pamannya segera menyusulnya ke Bogor. Tiba di Bogor, ternyata Shafira sudah pergi ke Kuningan untuk mencari pekerjaan. Pamannya sangat terlambat untuk membujuknya supaya tetap tinggal dirumahnya. 
“Apa salahku sehingga dia pergi dari rumah tanpa sepengetahuanku?” Sambil terisak-isak pamannya mengeluarkan air mata dan merasa bersalah. 
“Tidak apa-apa, dia hanya ingin mencari pekerjaan agar mendapat uang untuk bekalnya”. Ujar tetangganya. 
“Memangnya sebenarnya Shafita mau pergi kemana?” Tanya paman menahan tangisnya. 
“Shafira ingin bersekolah di Pondok Pesantren Ibnu Siena. Karena ia ingin menghapal Al-Qur’an agar ia bisa lanjut study ke Mesir. Tapi ia tidak punya apa-apa”. Dengan hati yang penuh rendah diri, tetangga yang dibelakang rumah Shafira itu. 
Selesai perbincangan antara tetangga Shafira dengan pamannya. Tak lama kemudian mereka pergi kerumahnya dengan rasa bersalah dan bibinya tenang-tenang saja bahkan tidak merasakan apapun (kejam).
   
Paman Shafira tiba-tiba berfikir atas apa yang diinginkan Shafira. 
“Kenapa ia tidak bicara denganku kalau ia ingin pesantren?” bertanya pada hati. 
Pada waktu itu, paman segera  mencari-cari Shafira ke Kuningan. 
“Tenang Shafira, paman akan membantumu agar kau bisa menggapai cita-citamu study ke Mesir. Tapi kamu masih terlalu kecil untuk bekerja. Usiamu pantas untuk belajar, bukan bekerja”. Ujarnya dalam hati.
Paman terus mencari Shafira tanpa lelah. Seharian paman mencari keberadaan Shafira dilingkungan Kuningan. Allah belum memberinya petunjuk. Tapi paman tak berputus asa untuk mencarinya. 
“Shafira, kemana kau pergi? Kau sudah kuanggap sebagai anakku sendiri..” Paman selalu mengingatnya dan tubuhnya mulai melemah.

Ketika paman jatuh pingsan dan lemah jantungnyapun kambuh, ia dibawa ke rumah sakit terdekat. Sampai 5 jam ia belum sadar juga. Beberapa menit kemudian, ia siuman dan kondisi badan belum stabil. Paman ingin bertemu dengan Shafira sebelum ia meninggalkannya. Saat itu, pamannya menelepon Polisi untuk mencari Shafira. Sudah sehari Shafira belum ditemukan juga. Paman makin hawatir akan keberadaannya. Tapi, paman Shafira tak lelah berdoa kepada Sang Khaliq untuk memberikan petunjuk kepada Shafira.
Paman masih berada di rumah sakit, sudah dua hari paman tinggal dirumah sakit itu. Dan Polisi terus mencari Shafira. Saatnya tiba! Shafira sudah ditemukan. Polisi memintanya untuk segera kerumah sakit secepatnya. Akhirnya Shafira menyetujuinya. Shafira bergegas menemui pamannya. Paman berada dikamar ICU, paman sangat senang bertemu dengan Shafira untuk terakhir kalinya. 
“Paman senang bertemu denganmu.. Paman mencarimu kemana-mana dan akhirnya paman jatuh pingsan dan dibawa ke rumah sakit ini..” Ujar pamannya. 
Shafira sangat menyesal akan keberadaannya yang mencari kerja untuk menghidupi dirinya sendiri. 
“Paman, maafkan Fira telah merepotkan paman.. Tapi Shafira ingin mempunyai biaya agar bisa sekolah disana..” Terbaring disamping pamannya. 
“Fira, paman ga tega ngeliat kamu seperti ini.. Cita-cita masih bisa digapai, dan waktumu adalah belajar, bukan mencari uang..” Paman sambil batuk-batuk dan kian melemah. 
Karena ia tidak ingin mengecewakan semuanya, Shafira tetap tegar menghadapinya. 
“Hmmm...” Sambil mengangguk-ngangguk Shafira memberikan senyuman. 
Paman menatap Shafira dengan rasa yang ingin dikenangnya. Senyuman terakhirnya merasa Shafira akan ditinggalkan oleh paman kesayangannya itu. Lalu, pamannya berbisik kepadanya dan membawa sesuatu dari tasnya, 
“Fir.. Ini ada kartu ATM milik paman, passwordnya adalah 1122334455. Jika kamu memang benar-benar ingin bersekolah disana, ambillah ATM ini. Disitu ada uang banyak hasil tabungan paman. Semoga bermanfaat untuk bekal kamu dan jangan sampai dihabiskan untuk berfoya-foya. Kelak, jika kau sudah beranjak kuliah, uang dari ATM ini masih ada untuk membayar kuliahmu. Nanti saat kau lulus kuliah, kamu mencari kerja dan akhirnya kau mempunyai uang sendiri. Maafkan paman jika ini saatnya paman harus pergi.” Sesudah panjang lebar ia mengatakannya, matanya selalu berkaca-kaca. 
“Paman, Aku tidak tahu harus bagaimana untuk membalas kebaikanmu. Aku kan selalu berdoa untuk paman. Terimakasih paman, hatimu bagai malaikat penolong.” Shafira tak bisa menahan air matanya yang jatuh ke lantai. 
“Laailaahailallah.. Muhammadarrasulullah...” Kalimat yang diucapkan oleh paman itu, akhirnya bisa terbawa dalam penutup kehidupan dunia. 

Paman yang shaleh, selalu berbuat kebaikan di dunia. Akhirnya meninggal dengan tenang. Dan Shafira, bisa melanjutkan study di Ibnu Siena. Alhasil, Shafira menjadi seorang perempuan yang kuat dan selalu berjuang untuk dirinya dan belajar hanya karena Allah SWT.
                                                  “THE END”

Jumat, 20 Mei 2011

Dalam Kesendirianku

Ya Allah, aku tak ingin menyiksa diri sendiri. Terasa sejuk dan tangisanku membasahi pipi, ingat akan cinta-Mu.. Namun, perjalanan ini tak ada yang bahagia dan sedih. Semua bercampur dalam kehidupanku..
Ku ingin terus berlari mencari-Mu, ku ingin Kau selalu ada disini, di hati..
Sungguh hati ini tenang bila dekat dengan-Mu..
Dalam kesendirianku, aku bermuhasabah..
Mungkin ku terlalu banyak godaan dan cobaan, mungkin ku tak seperti yang lain..
Dalam kesendirianku, ku selalu tenang..
Dimalam hari, ku terbangun.. Mengingat Engkau, memohon Kau selalu ada disini, dihatiku..
Ku mohon pada-Mu Yaa Rabb.. Janganlah Kau masukkan aku kedalam golongan orang-orang yang tak mensyukuri nikmat-Mu dan orang yang tidak beriman kepada-Mu.....

Rabu, 04 Mei 2011

Kejutan

Alhamdulillah.... Aku bersyukur dan berterima kasih kepada Presiden OSIS dan Kementerian Agama yang membuatku terharu dengan pesan-pesan yang disampaikannya... Jazakallahu khairan katsira :)



May 3, 2011 at School