Dalam rangka Dies Natalis UPI yang ke-63
di Bandung (20/10) sangat ramai. Kehadiran peserta mencapai 2000 orang karena
pendaftaran yang gratis, mendapatkan sertifikat, dan snack. Tetapi, bukan hanya itu yang kami inginkan. Niat kami ingin
mencari ilmu dari adanya seminar tersebut. Untuk sertifikat dan snack gratis mah bonus lah yaaa. Hehe. Dihadiri oleh Dr. (HC) Popong Otje D. yang sering disapa Ceu
Popong, Prof. Uman Suherman, M.Pd. selaku guru besar Bimbingan dan Konseling
UPI, dan Dr. Bambang W. selaku wakil ketua KPK.
Menurut T. Ramli (2003) dalam
Fathurrohman, dkk. (2013, hlm. 15), pendidikan karakter memiliki esensi dan
makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah
membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan
warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat
yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara
umum ialah nilai-nilai sosial tertentu yang banyak dipengaruhi oleh karakter
masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat pendidikan karakter dalam
konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yaitu pendidikan
nilai-nilai luhur yang bersumber dari karakter Bangsa Indonesia sendiri., dalam
rangka membina kepribadian generasi muda. Jadi dapat dipahami bahwa pendidikan
karakter itu bermakna sama dengan pendidikan moral atau nilai (bukan dalam arti
nilai=angka).
Nilai yang berada pada pendidikan karakter
dapat diuraikan yaitu menurut Fathurrohman, dkk. (2013, hlm. 19) sebagai
berikut: (1) religius; (2) jujur; (3) toleransi; (4) disiplin; (5) kerja
keras); (6) kreatif; (7) mandiri; (8) demokratis; (9) rasa ingin tahu; (10)
semangat kebangsaan; (11) cinta tanah air; (12) menghargai prestasi; (13)
bersahabat; (14) cinta damai; (15) gemar membaca; (16) peduli lingkungan; (17)
peduli sosial; dan (18) tanggung jawab. Nilai-nilai inilah yang akan mencirikan
bahwa kita adalah manusia yang berkarakter dan tentu pada saat lahir, manusia
masih dalam kondisi suci, kemudian pendidikan karakter dimulai dari keluarga.
Ya keluarga. Keluarga akan membawa anak itu menjadi manusia seperti apa
(maksudnya bukan berubah jadi power
ranger ya, hehe). Ceu Popong menjelaskan bahwa “karakter dibangun dari
mulai keluarga. Masa golden age akan
menentukan dia akan menjadi sarjana atau tidak, paling penting adalah indung!”
(semangatnya Ceu Popong). Ibu- ibu harus tahu mengenai masa golden age anak, yaitu dimulai sejak 0 –
5 tahun dalam menerapkan nilai-nilai karakter anak yang sudah dijelaskan.
Sebelum mengajarkan kepada anak, orang tua dahulu yang menerapkan nilai
karakter pada diri sendiri dan pada akhirnya diterapkan kepada anak-anaknya.
Jika berbicara tentang pendidikan,
seseorang belajar tidak bisa dengan instant,
teu bisa ujug-ujug kata bahasa Sunda mah,
dan pasti ada proses yang sambung menyambung, yaitu dari perolehan ilmu
pendidikan, pengalaman, dan reaksi orang tersebut. Di sekolah, yang memulai
menerapkan pendidikan karakter adalah guru. “Sok atuh dari mulai diri sendiri,
jadi guru yang baik. Guru nomor hiji (satu), khususnya dalam pendidikan formal”
ujar Ceu Popong. Penguatan dan pengembangan karakter memerlukan
pengajar/pelatih, dan pembimbing harus melebihi kemampuan siswa. Prof Uman
menjelaskan tidak ada Presiden tanpa guru, tidak ada siapapun yang sukses itu
tanpa guru. Ya, selain di lingkungan keluarga, sekolah merupakan hal yang
sangat penting juga untuk mengembangkan karakter siswa, yaitu guru. Tanpa guru,
kita tidak bisa apa-apa, dan dimaksudkan belum memiliki arah tujuan yang jelas.
“Makna pendidikan adalah memanusiakan
manusia dengan cara-cara manusiawi dan normatif” Ujar Prof. Uman. Yang perlu
diketahui, mendidik manusia kudu cageur,
bageur, pinter, jeung singer. Pesan dari Prof. Uman adalah jangan menjadi
guru yang ditakuti oleh siswa, tetapi dihormati oleh siswa. Jangan merasa lelah
dan jadilah guru yang dikenang oleh siswanya (kata-kata tersebut sangat
menyentuh bagiku). Mendisiplinkan siswa bukan dengan cara menakut-nakuti siswa,
namun beri pengajaran yang baik dan keteladan dari gurunya.
Agar bangsa ini maju, harus berdisiplin
dalam segala hal, mulai dari diri sendiri, detik ini, hari ini, dan masa yang
akan datang. Ceu Popong menyebutkan ada
resep membentuk karakter bangsa: (1) kerja keras; (2) membaca; (3) kerja
ikhlas; dan (4) kerja tuntas. In shaa Allah bangsa ini menjadi bangsa memiliki
karakter baik sebagai warga negara yang baik.
Sumber:
Fathurrohman, Pupuh, dkk. (2013). Pengembangan pendidikan karakter. Bandung: PT Refika Aditama.