Jumat, 04 Maret 2016

Menilai Diri

Aku mendapatkan percakapan santai namun sangat berarti. Percakapan ini aku dapatkan dari sebuah grup di WA:
Seorang guru yang alim ditanya tentang dua keadaan manusia, yaitu (1) manusia rajin sekali ibadahnya, namun sombong, angkuh, dan selalu merasa suci. (2) manusia yang sangat jarang ibadah, namun akhlaknya begitu mulia, rendah hati, santun, lembut, dan cinta dengan sesama. Lalu sang guru menjawab: “Keduanya baik”, (meneruskan) boleh jadi suatu saat si ahli ibadah yang sombong menemukan kesadaran tentang akhlaknya yang buruk dan dia bertaubat lalu ia akan menjadi pribadi yang baik lahir dan bathinnya. Yang kedua bisa jadi sebab kebaikan hatinya, Allah akan menurunkan petunjuk lalu ia menjadi ahli ibadah yang juga memiliki kebaikan lahir dan bathin. Kemudian orang tersebut bertanya lagi, “Lalu siapa yang tidak baik kalau begitu?”. Sang Guru Sufi menjawab: “Yang tidak baik adalah KITA, orang ketiga yang selalu mampu menilai orang lain, namun lalai dari menilai diri sendiri.

Dari percakapan tersebut, aku merasakan bahwa betapa tidak tahu diri ini, sangat bisa untuk mengomentari keadaan orang lain (tidak apa-apa jika mengkritik yang membangun), namun kita lalai dari menilai diri kita sendiri. Semoga kita selalu memahami diri sendiri, berintropeksi diri akan-sedang-sudah melaksanakan sesuatu, dan terus berdoa semoga Allah selalu mengiringi langkah kita di manapun dan kapanpun. Aamiin.  
(Sumber: Kawan Imut)

Kamis, 03 Maret 2016

Kau itu UNIQ :)

Assalamualaikum, Hallo pembaca setia :’)


Maafkan sudah lama aku tak bercakap di sini. Namun, ada satu hal yang menggugahku untuk terus memperjuangkan tingkat kemampuanku dalam menulis. Ya, ingin berbagi cerita saja ketika aku melakukan ‘teaching point’ pada mata kuliah Bimbingan Kelompok. Di sana aku tak tahu mengapa aku tiba-tiba menangis ketika melihat video yang aku tayangkan sendiri. Terbayang olehku pada muhasabah diriku. Entah mengapa aku menjadi berpikir bahwa (mohon maaf) penyandang disabillitas yang notabene mempunyai kekurangan fisik atau mental, namun mereka mempunyai daya juang yang tinggi, bahkan melebihi kita orang normal. Maha Benarnya Allah, Allah memang tidak membeda-bedakan manusia, yang Allah perhatikan adalah hati manusia. Seharusnya kita merasa bersyukur atas nikmat yang Allah berikan. Melihat diriku yang sering mengeluh, namun pasti Allah sedang menguji diriku sesuai dengan kemampuanku. Begitu juga dirimu.. J Yuk, kita saling mengintropeksi diri. Sama-sama berjuang, tentunya dengan segala kemampuan yang ada dan realistis. Semangat kawan, kau itu uniq! J