Senin, 27 Desember 2010

Tragedi Wanita Bercadar



Seorang wanita bercadar hitam. Ia berumur 17 tahun. Hidupnya  merasa sendiri. Dia bernama Nisa, ia menginginkan keluarganya kembali dan orang disekelilingnya menerima dia apa adanya. Di sisi lain, ia selalu mendapatkan masalah setiap waktu. Tetapi ia selalu bersabar untuk menghadapinya.
            Di suatu saat, siang yang sangat cerah. Ia sedang bersedih, ia selalu pergi ke taman untuk menenangkan hatinya yang sedang gundah. Taman itu tidak jauh dari rumahnya, dan ia sangat terhibur adanya kupu-kupu dan bunga-bunga yang indah itu. Suasananya sangat sejuk dan damai. ia termenung duduk dikursi bertempat dibawah pohon yang sejuk. Tiba-tiba terdengar suara telapak kaki seseorang dari arah barat, sepertinya orang itu akan menemuinya.
“Assalamu’alaikum ukhti…” Orang misterius itu menghampirinya dan memberinya salam.
“Wa’alaikumsalam...” Jawabnya dengan singkat.
“Bolehkah saya berkenalan dengan kamu?” bertanya secara serius.
“Hmmm.. Siapa kamu?” Nisa merasa ketakutan.
“Jangan takut. Aku ikhwan baik-baik, aku Rizal. Salam kenal.”
“Oh Rizal, aku Nisa. Salam kenal juga.”
Tak lama kemudian, Rizal memulai percakapan yang kedua.
“Sedang apa kau disini?” Tanyanya.
“Kelihatannya?” Menjawab dengan singkat.
Nisapun merenung kembali. Entah kenapa akhir-akhir ini ia begitu penyendiri. Dan tidak mudah terhibur. Karena ia mempunyai satu masalah yang membuatnya bingung. Ia teringat sesuatu ketika melihat awan-awan yang agak membentuk ditaman itu.
“Heyy, kenapa melamun? Ga baik lho…Sepertinya ada masalah ya, yang menimpamu?” Rizal memperhatikannya.
“Oh.. La ba’tsa… ya mungkin..”
“Masalah apa? Mungkin aku bisa bantu kamu.. Yaa walaupun kita belum terlalu dekat alias baru kenalan.. Tapi kamu ga merasa keberatan kan?” Selalu merasa ingin tahu.
“Apa ya? Ya begitulah.. (masalah disembunyikan) ga kok.. Santai aja..” Jawabnya.
“Oya, kamu disini kok sendirian? Apa kamu sering ketaman ini?”
“Iya sendiri. Karena aku ingin sendiri. Sering banget malah, taman ini tuh serasa taman sendiri, ada burung-burung, dan bunga yang indah yang harum.. Subhanallah.. Aku melihatnya dengan jelas.” Melihat keatas awan.
“Kenapa sendiri? Oh sering, tapi kok kayak yang baru liat kamu ya? Disini juga tempat aku bertafakur, dan merasa damai ditaman ini.. Pohon-pohon yang rindang membuat aku sejuk.”
Tidak lama kemudian, Nisa mengakhiri pembicaraannya sambil terdiam. Ikhwan tersebut tercengang. Ia bingung dengan tingkah laku teman barunya itu. Tetapi suara dibalik cadarnya, Nisa langsung ingin berbicara untuk terakhir kalinya.
“Aku mohon, aku ingin sendiri disini. Tinggalkan aku sendiri disini.”
“Lho kenapa? Kamu ga mau berteman dengan aku?” Herannya.
“Ga kenapa-kenapa, mau sih.. Tapi kali ini aku ingin menenangkan hati dulu. Jadi tinggalkanlah aku sendiri.” Resah Nisa.
Sebenarnya Nisa takut kepada seorang ikhwan, ia berusaha untuk menjauhi Rizal tersebut.
“Yasudah kalau itu maumu. Kalau punya masalah, cerita saja.. Insya Allah aku akan membantumu.” Sambil berjalan meninggalkannya.
            Sungguh sakit hati yang Nisa rasakan, sebenarnya ia juga ingin berbicara panjang dengan ikhwan tersebut. Namun, hatinya tak selalu mendukung. Ia dihantui oleh angan-angan yang tidak ingin ia rasakan. Sebelumnya, ia berharap datangnya seorang akhwat yang menghibur dirinya. Ternyata tak disangka yang mendatanginya adalah seorang ikhwan yang ingin berteman dengannya.
            Saat Rizal meninggalkannya, ia terdiam kembali dengan menikmati kekuasaan Allah pada petang hari, yaitu pada waktu sore hari ketika matahari tenggelam. Ia terbangun dari duduknya dan berjalan menuju rumahnya. Dan tiba dirumah, telepon berbunyi. Ia berlari mengangkat teleponnya.
“Assalamu’alaikum.. Ini dengan siapa?” Nisa memulai pembicaraannya.
“Wa’alaikumsalam.. Ini dengan Ratu. Apakah ini dengan Nisa?”
“Ohh Ratu.. Iya benar. Ada apa Ratu?” Tanya Nisa.
“Nis, besok bisa ke BSM ga? Sekalian aku mau ngomong sama kamu. Mau ya?”
“Insya Allah deh.. Kalau sempet itu juga.”
“Ok, aku tunggu ya..Terima kasih sebelumnya ya Nisa.. Udah dulu ya, Wassalamu’alaikum..”.
“Yaa, sama-sama.. Wa’alaikumsalam..” Menutup akhir pembicaraan. Dan berjalan menuju kamar tidurnya.
            Malamnya, ia terbangun dari tidurnya. Tengah malam ia memanfaatkan untuk Shalat Tahajud. Ia berdoa agar Allah memudahkan urusannya didunia, dan jalan untuk menuju akhirat yang kekal. Ia ingin diberikan cinta yang sangat kuat dengan Tuhannya. Sehingga ia dilindungi oleh-Nya. Sesudah ia melaksanakan Shalat Tahajud, ia kembali tidur. Disana ia bermimpi bertemu dengan seorang ikhwan yang sangat tampan. Ia bertemu dengan ikhwan itu, dan bermain dengannya. Saat itu ia berumur 13 tahun, sangat muda. Bermain dengan ikhwan yang tak ia kenal sama sekali. Jarak perbedaannya cukup jauh, ikhwan tersebut berumur 16 tahun. Dan teman-temannya mendatanginya dengan rasa terpesona. Ia terdiam. Saat itu ia belum kenal sama sekali tentang Cinta. Disaat itulah ia terbangun lagi dari tidurnya, lalu beristigfar.
“Astagfirullah.. Aku mimpi apa ya barusan?” Tanya Nisa dalam hati.
            Terdengar suara adzan Subuh berkumandang. Ia cepat-cepat berwudlu dan menyegerakan Shalat Subuh. Hatinyapun merasa tenang. Entah mengapa saat ia Shalat, ia selalu mengeluarkan air mata. Dengan Khusu’nya ia mendekatkan diri pada-Nya.
            Aktivitas dipagi harinya, ia berangkat menuju BSM seperti yang dibicarakan oleh Ratu.
Sesampai di BSM, iapun akhirnya bertemu dengan Ratu, dan menempati sebuah cafe. Ratu membawa seorang lelaki yang mendampinginya.
“Astagfirullah” Hati Nisa menjadi tidak tenang.
“Itu siapa? Kok ngikutin kamu terus?” Tanya Nisa.
“Oh ya, kenalin Nis.. Ini pacar aku. Namanya Andre.” Jawabnya.
“Lho? Kamu kok gitu sih? Katanya ga akan pacaran lagi. Kita waktu dulu kan udah sepakat ga akan pacaran lagi?! Tau ah..” Dengan rasa kesal ia terhadap Ratu, ia meninggalkan mereka.
“Nis, dengar penjelasan aku dulu dong, jangan langsung marah-marah!!” Ratu menyusulnya.
“(Beristigfar dalam hati) Ok, sekarang apa masalahnya sehingga kamu pacaran lagi dibelakang aku?” Nisa berhenti dari jalannya.
“Karena lelaki itu membuatku jatuh cinta. Dia menerima aku apa adanya. Aku sangat sayang padanya. Jadi maaf kalau selama ini aku sering membohongimu... Tapi bukan maksudku membuat kamu kecewa.” Ratu berterus terang.
“Tapi kan bukan gini caranya?! Kita bisa melewati hari-hari yang penuh tantangan ini bersama. Bukan dengan lelaki itu. Kamu kan sudah tahu bahwa hukum pacaran itu haram? Kenapa kamu melakukannya kembali? Inget sama Allah, Rat..” Nisa akhirnya menangis.
“Maaf Nis.. Sekarang ga bisa, aku udah terlanjur cinta sama dia, dia selalu membuat aku bahagia dan aku tidak sendirian lagi.”
“Kamu ga sendiri, ada aku yang terus mendukungmu. Jalan keluarnya bukan itu, yang kamu lakukan sekarang itu salah.. Aku dianggap apa sama kamu? Bukannya aku selalu bersamamu, jalan bersama, bermain bersama. Apa itu kurang cukup? Aku tulus menjadi sahabatmu, dan menerima kamu apa adanya. Terus akhirnya, kamu akan memilih dia?”
“Aku bingung. Kamu udah terlalu baik untuk aku. Dan aku berterima kasih atas itu. Tapi aku akan bersama dia selamanya.”
(Nisa tersinggung, sahabat yang ia sayangi, sahabat yang setia, sekarang berubah. Bahkan lebih menyakitkan yang ia rasakan.)
“Kamu tega Ratu.. Kamu lebih percaya omongan gombal lelaki itu daripada sahabatmu sendiri. Aku kecewa! Ya Allah..” Nisa menangis dan meninggalkan mereka.
“Ya Allah, tega nian dia padaku...” Sedihnya ia dan pergi berlari meninggalkan sahabatnya.
(“Maafkan aku Nis.. Aku tak baik menjadi sahabatmu.. Lebih baik kita hidup masing-masing.”) Ratu berbicara dalam hati.
            Nisa pergi menuju trotoar jalan yang sangat ramai.Wanita bercadar itu menyebrang dengan tidak hati-hati sambil menangis. Selagi menyebrang, dari arah berlawanan, ada sebuah mobil yang dikendarai oleh seorang ikhwan. ‘Sssssssssttttttt !!’ Mobil itu remnya blong, dan langsung menghantam wanita itu. Tak sengaja ikhwan tersebut menabrak seseorang tak dikenalnya. Wanita itu jatuh terkelungkup dan mengeluarkan banyak darah. Akhirnya ikhwan itu membawa ia kerumah sakit terdekat untuk diperiksa dan langsung keruang ICU.
            Malamnya, Nisa belum juga siuman. Ruhnya terbangun dari jasadnya. Ia bertemu dengan orang yang sangat aneh. Berwajah tampan, dan bercahaya. Ruhnya yang sedang melihat orang itu dan orang tersebut mendekatinya. Semakin dekat orang itu semakin bercahaya. Dia adalah Malaikat Izrail. Malaikat mendekatinya dan berbicara kepada ruhnya. Ia bertanya kepadanya.
“Apakah engkau Malaikat?” Tanya ruh wanita itu.
“Ya.. Aku Malaikat Izrail.”
Wanita tersebut dengan cepat meminta untuk mengambil ruhnya dan tak ingin hidup didunia lagi. Ia sangat pasrah atas hidupnya yang kian amat beban baginya.
“Bawalah aku sekarang juga untuk bertemu dengan Sang Maha Pencipta!.” Ujarnya dengan rasa berputus asa.
 Tetapi Allah berkehendak lain. Ia diberi kesempatan untuk hidup kembali. Karena Allah Maha Mengetahui apa yang akan terjadi kepada hamba-Nya.
Wanita itu akhirnya kembali kepada jasadnya yang lemah. Tidak lama kemudian, ia siuman dan perlahan membuka matanya. Dibalik cadarnya, mulutnyapun berbicara.
            Ikhwan tersebut terkejut. Gembira dan sangat bersyukur ia tidak apa-apa.
“Alhamdulillah... Kamu sudah siuman. Bolehkan saya membuka cadarmu?” Kata ikhwan itu.
“Jangaaaaaaaaaaaaaaaaaaan!!!. Apa hakmu membuka cadarku?! Saya tidak menginginkan seorang ikhwan melihat wajahku!.” Katanya sambil marah-marah.
“Oh.. Afwan banget.. Bukan maksudku untuk melihat wajahmu. Tapi agar kamu bernafas lega.”
“Ga perlu. Aku sudah bernafas lega walaupun pakai cadar.” Sebalnya.
“Ehh.. Siapa kamu? Terus kenapa aku bisa ada diruangan ini?” Tanyanya lagi.
“Oh.. Iya, kita belum kenalan. Nama saya Agung. Afwan ya, tadi saya tak sengaja menabrak kamu. Tadi siang kamu menyebrang tidak lihat kanan-kiri dulu. Saya tidak bisa apa-apa waktu itu, rem mobil saya blong. Dan saya segera membawamu kerumah sakit ini.” Jelasnya.
“Oh iya.. maafin aku juga ya, aku Nisa.. Afwan juga tadi langsung marah-marah kepadamu. Kenapa ya aku ini? Kenapa aku hidup kembali? Padahal aku hidup sendiri. Aku ingin mati saja!” Tanyanya dengan ragu.
“Huss! Jangan putus asa ah. Ga baik. Setan apa yang merasuki jiwamu? Sehingga kamu ingin mati?! Kamu harus bersyukur.. Kamu diberi kesempatan untuk beribadah kepada-Nya. Kamu didunia ini tidak sia-sia. Kamu tidak pula sendiri, tetapi ada Allah. Sesungguhnya Allah SWT selalu ada bersamamu, menjagamu, dan memberikan kasih sayang-Nya kepadamu.” Ikhwan itu memberikan senyuman.
“Astagfirullah.. Maafkan aku Ya Allah, aku khilaf Ya Allah...” Ia menangis kembali, dan menyesali perbuatannya.
“Sekarang, jalanilah apa adanya. Dan jangan memikirkan hal yang negatif.. Allah selalu melindungimu. Tingkatkanlah imanmu. Dunia ini akan mendukungmu kemanapun kamu berpijak, dan bersyukurlah kamu masih diberikan karunia-Nya selagi kamu berada dijalan Allah..”
(Nisa tersenyum dibalik cadarnya)
“Ya..  Terima kasih atas ucapannya.. Aku akan menjalaninya dengan sangat lebih baik dan berhati-hati. Sekali lagi terima kasih ya.”
“Iya sama-sama. Aku senang mendengar kata-kata bijakmu. Semoga kamu selalu sehat wal’afiat.”  Dengan Terharu.
“Amiin...”
            Mereka akhirnya pergi meninggalkan Rumah Sakit. Dan ia hidupnya merasa lebih indah daripada yang sebelumnya. Dan Ia bersyukur sekali atas apa yang pernah ia alami selama ini. Dan diberikan hidayah atas apa yang terjadi didunia ini.
            Ikhwan yang bernama Agung tersebut menghilang dalam sekejap ketika ia sedang berjalan menujunya. Ia heran dan terkejut atas apa yang ia lihat.
“Apakah dia Malaikat juga?” Tanyanya dalam hati.
“Terima kasih Ya Allah.. Dan terima kasih juga kepada Malaikat-Mu atas memberikanku kehidupan yang sangat berarti..” Sambil memancarkan wajah yang ceria.





THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar