Ada saatnya ketika kita selama kuliah
dibanjiri dengan pertanyaan “abis kuliah mau kerja di mana? Abis kuliah
langsung nikah ya?”. Terlintas, orang tua pasti ingin anaknya sukses dengan
mencari-cari pekerjaan yang pantas untuk anaknya. Terkadang ada yang
terlupakan, walaupun kita tak boleh berandai-andai, tapi kita harus bisa
mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan terjadi pada hari esok agar kita tidak
tiba-tiba mengambil langkah yang kurang tepat. Misalnya, ketika orang tua
memikirkan cita-cita anaknya pada saat kuliah, apalagi anaknya perempuan gitu yah hehe. Zaman sekarang ada orang yang
mengambil langkah pacaran dahulu, perkenalan lebih jauh dahulu, dan lain-lain.
Saat ini pun banyak laki-laki yang melamar ketika si perempuannya “masih
kuliah”. Orang tua harus tahu bagaimana cara untuk menyikapi kalau-kalau ada
yang melamar/anaknya ingin menikah. Saya merasakan apa yang dirasakan orang tua
saya ketika ada laki-laki yang melamar saya, pasti bingung, takut, khawatir
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan menikah pada saat usia anaknya masih
terhitung muda untuk menikah. Saya merasakan ketakutan Mama seperti khawatir
dengan menikah muda nanti berujung perceraian, tidak melanjutkan kuliah, atau
memilih mengurus anak dahulu sebelum berkuliah (rezekinya punya anak), dan
lainnya. Sayapun terkadang memikirkan seperti apa yang Mama pikirkan kok, tapi ya itu kembali lagi kepada
kita yang merasakannya nanti. Yang digarisbawahi adalah melihat sosok laki-laki
yang melamarnya. Sebelum menyetujui lamaran, pastikan apa yang ditakutkan itu
diutarakan kepada si calon suami, seperti kesepakatan bahwa setelah menikah itu
kuliah tetap berjalan atau kesepakatan lainnya. Kalau calon suami
“meng-iyakan”, itulah insyaaAllah menjadi takdirmu. Paling utama adalah melihat
akhlak dan tanggung jawab si calon suami. Yang akhlaknya baik, insyaaAllah hablumminallah dan hablumminannasnya baik.
Kembali lagi, apabila ada laki-laki yang
melamarmu pada saat kuliah dan kita menyetujui lamaran itu, kita harus tahu
konsekuensi-konsekuensi apa saja yang akan diperoleh, ya harus belajar dari
sekarang bagaimana untuk menyikapi persoalan. Contohnya bila sudah menikah,
kita (istri) berada di bawah naungan suami £acieee, jadi ke mana-mana atau
mengerjakan sesuatu itu istri harus izin dahulu. Buatku, organisasi pada saat
bersekolah (SMP-SMA-kuliah) itu sangat menyenangkan, kita bisa dengan mudah
berinteraksi dengan teman-teman, bahkan yang berbeda angkatan dan jurusan,
namun setelah menikah ya yang saya rasakan sih “perasaan sangat menyenangkan
untuk organisasi” itu agak menurun karena ya banyak pertimbangan dan pekerjaan
lain yang tidak bisa ditinggalkan. Tapi jangan takut juga bila kita menikah,
tingkat pertemanan dengan orang lain menurun. Teman yang baik akan menjaga dan
menghargai kita.
Saya di sini ingin berbagi cerita tentang
apa yang saya rasakan yaitu menikah ketika kuliah, tidak banyak sih, tapi intinya saja hehe. Saya
menjalani pernikahan ini rasanya nano-nano
lah yaaa. Haha. Siapa yang mau setelah menikah harus LDR (hubungan jarak jauh)?
Tetapi yaaa tahun demi tahun, rintangan demi rintangan harus dijalani, dan
sekarang Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah, sangat berterima kasih kepada
suami, orang tua, keluarga besar, sahabat, dan semua pihak yang mendukung,
menemani, dan membantu dalam menyelesaikan studi S-1 Bimbingan dan Konseling
ini. Jarak 2,5 tahun LDR dengan suami itu terbayar dengan wisuda. 4,5 tahun
perjuangan orang tua dalam doa yang selalu dipanjatkan agar anaknya sukses. Ketakutan-ketakutan
orang tua dan saya rasakan dulu, Alhamdulillah sudah dilalui dan terbayar
dengan lulusnya diriku dengan status sudah menikah :’). Sekarang, saya ikut
suami ke Papua. Jadi ingat waktu dulu sering ngeluh, jauh beneeeeerrrr LDR
dengan suami, Bandung-Papua. :’)
Kejadian-kejadian yang ditakutkan bisa
saja terjadi, namun tergantung kita untuk menyikapi dan menjalani rintangan
tersebut. Apakah kita menyerah? Atau berjuang dalam keterbatasan? (Keterbatasan
di sini dimaksudkan LDR yang tidak bisa sepenuhnya bareng-bareng dengan
suami, hehe). Ternyata menikah selama kuliah itu tidak menakutkan yang
dibayangkan (menurutku). Jadikan proses itu sebagai pendewasaan bagi kita agar
menjalaninya lebih sabar, tawakkal, tentunya selalu mengingat Allah, ada Allah
setiap langkah kita. Tidak perlu takut, yakinkan pada diri dan serahkan
semuanya pada Allah apapun yang terjadi.
(Ketika kuliah, selalu ada rasa ingin dibantuin mengerjakan tugas
kuliah, skripsi, dan lain-lain dengan suami dan pasti ingin selalu dekat dengan
suami. Tapi, tantangannya, kita dituntut untuk mandiri. Bersiap-siap aja yaaa,
kita dituntut lebih m-a-n-d-i-r-i. Terlebih kalau tantangannya LDR T.T)