Bertumbuh di sini dimaknai
bertambahnya pendewasaan diri. Melihat diri ini masih berproses dan perjalanan
masih panjang. Kata dewasa itu dapat dilihat melalui bagaimana kita bersikap
dan berbuat tentang hidup ini, bagaimana kita menerima dan seperti apa respon
kita apapun yang terjadi.
Seperti halnya saat awal pindah dari Tasikmalaya ke tanah
Papua pada tahun 2021 sampai saat ini karena ikut suami kerja. Terkadang saya
mengalami culture shock, karena di sini terdapat beragam suku dan
budaya, bahkan agama. Namun, lambat laun saya mulai mengenal karakter dan
menghormati keberagaman itu. Jika membicarakan keberagaman, kita menjadi tahu
dan menjadi open minded, bahkan membuka wawasan bahwa ternyata
keberagaman itu indah. Di situlah mulai bertumbuh.
Awal kisah memang perjuangan sekali merantau ke Papua.
Mengandalkan Bismillaahirrahmaanirrahiim dan Laahaula walaa quwwata illa Billah,
saya dan suami sepakat untuk hidup bersama di sini. Memang tak mudah, tapi saya
yakin InsyaaAllah ada jalan dan semoga dipermudah bahkan dikuatkan oleh Allah. Memahami
rasa Syukur yang mendalam itu berproses di sini. Allah memberikan ujian agar
kita bisa bertumbuh. Entah itu melalui suka, duka, tantangan, dan airmata.
Namun, yang harus diyakini adalah Allah tidak pernah meninggalkan kita. Ada
saja pertolongan Allah yang tanpa kita sadari dan akhirnya kita memikirkan
“oh.. maksud Allah itu seperti ini, sebagai bentuk kasih sayang-Nya. Yang
tadinya merasa selalu cemas, Alhamdulillah perlahan bisa tenang menghadapi
apapun. Yang penting bersama pasangan (hehe). Bersama merasakan pengalaman
pahit manisnya hidup berkeluarga di perantauan tanpa adanya orang tua dan
keluarga besar.
Barulah kami merasakan apa itu harmoni “kepercayaan”.
Akan ada esok hari tantangan demi tantangan yang dihadapi dan bergantung
pada-Nya, percaya pada-Nya.
1. * Kepercayaan
bahwa ada Allah Swt. yang sudah mengatur semuanya.
Tinggal kita berikhtiar dan berdoa. Tentu Allah
hadirkan orang-orang yang membersamai kita, dengan beragam karakter di dalamnya
untuk kita percayai bahwa kita adalah manusia biasa. Yang ingin hidup tenang
dan menikmati proses yang ada. Yang tadinya memikirkan penyesalan, sekarang
mengubah mindset “oh, ini terjadi atas izin-Nya”. Berdoa adalah senjata paling
ampuh. Doa jalur langit, dan yakin bahwa di mana ada kesulitan, pasti ada
kemudahan. Saya banyak mengalami miracle di perantauan ini. Bahwa saya
adalah manusia biasa yang banyak dosa dan banyak mengeluh, tapi Allah selalu
tolong dalam bentuk apapun. Kasih sayang-Nya tak pernah putus. Semakin yakin
harus melibatkan Allah dalam segala urusan. Tuntun dan bimbing kami Ya Allah..
Hayati, nikmati, syukuri semua prosesnya, karena Allah hadirkan kisah untuk menumbuhkan kualitas diri. Allah hadirkan tantangan agar naik level dan menguji kita apakah kita akan bersabar atau tidak. Semakin dekat atau semakin menjauh dengan Allah. Itu semua pilihan. Dan Allah Maha Tahu segala isi hati.
2. * Kepercayaan
pada diri sendiri
Yakin terhadap diri sendiri bahwa kita mampu untuk
menjalaninya, tanpa perlu pembuktian. Akan ada suatu keajaiban jika kita
berusaha dan berserah pada-Nya. Hanya bisa memohon untuk “mampukan diri ini Yaa
Allah” untuk menikmati proses, menghadapi kehidupan, dan takdir. Berusaha
memaafkan luka masa lalu tanpa menyalahkan keadaan dan buka lembaran baru, serta
keyakinan baru. Menyibukkan diri untuk terus menjadi lebih baik setiap harinya.
Pasti Allah memberikan ujian agar kita memetik hikmahnya.
Firman Allah pun berkata dalam Surat Al-Baqarah ayat
286 yaitu “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya”. Ayat tersebut menegaskan bahwa Allah tidak akan memberikan
beban atau ujian kepada hamba-Nya melebihi batas kemampuan kita. Bukti bahwa
Allah menyayangi kita, maka kita pun harus percaya pada diri sendiri bahwa kita
bisa melalui itu semua. Allah bersama kita.
Untuk tahun ini 2025, banyak momen yang di luar
rencana, khususnya berdamai dengan diri sendiri. Atur saja semuanya Ya Allah.
Alhamdulillah Allah siapkan rencana lainnya yang lebih indah ternyata :’) Wahai
diri, terima kasih sudah survive di setiap episodenya. Sangat terharu
dengan diri ini yang masih tak menyangka. Benarkah saya sudah melewati 4 tahun
di perantauan?
Kita harus yakin, dibalik kesukaran ada kemudahan, dan
harus yakin Allah ada bersama kita. Di saat saya harus bisa menyetir mobil
dalam keadaan mendesak untuk antar-jemput anak-anak, karena di Papua ini tidak
mengenal waktu hujan. Tiba-tiba saja. Itu semua saya harus kuat dan tahan
banting di sini. Mengingat suami makin sibuk bekerja dan tempatnya semakin
jauh. Di sisi lain, Alhamdulillah ternyata keyakinan untuk percaya diri ini dikuatkan
dan digerakkan Allah. Tak lupa ada ridho suami juga di dalamnya, maka Allah
juga permudah jalannya. Banyak saudara rantau yang membantu untuk melancarkan
belajar mobil ini. Sungguh haru. Berkali-kali diri ini ditolong oleh-Nya.
Nikmat apa lagi yang telah kudustakan? Tak menyangka ternyata Alhamdulillah
saya bisa dan banyak keajaiban lainnya.
Jika saya berada di Tasik yang penuh dengan
kenikmatan, keperluan apapun bisa cepat dan dekat, bisa meminta tolong kepada
orang tua, makan gofood, dan lainnya. Itu semua dilakukan bukan karena manja,
tapi karena kurang percaya diri bahwa setiap manusia bisa melakukan segala hal,
meskipun ada kekurangannya. Di Papua sini harus segala diurus sendiri. Masak
harus sendiri, kangen cemilan Sunda ya masak sendiri, namun di situlah Allah
tumbuhkan kepercayaan diri ini.
Saya berusaha memiliki kendali dan batas agar tidak
mudah stress. Salah satunya dengan mengurangi ekspektasi dan berharap kepada
manusia. Alhamdulillahnya, di Papua adalah warga pendatang yang baik-baik,
solidaritasnya tinggi dalam menolong hal apapun. Lagi-lagi Allah tolong dan
hadirkan mereka untuk merajut kisah suka dukanya di perantauan. Setiap momennya
akan selalu dikenang dan ambil hikmahnya, tapi kembali lagi Allah-lah
sebaik-baik Penolong.
3. * Percaya
bahwa doa orang tua menembus langit.
The power of doa orang tua. Setiap hari tak lupa video call.
Obrolannya macam-macam dan pasti terselip doa, apapun itu. Dalam tahajudnya,
dalah dhuhanya, dalam puasanya, pasti meminta kebaikan-kebaikan anaknya dalam
menjalani hidup. Dan itu semua saya rasakan di rantau ini. Meski ada tawa, tapi
ada juga rasa kerinduan di dada yang tertumpah dalam sajadah mereka.
Alhamdulillah sampai detik ini saya berusaha menikmati prosesnya hidup di
perantauan. Salah satunya karena doa orang tua yang menembus langit
menginginkan anaknya dalam keadaan sehat wal-afiat, meminta perlindungan-Nya,
dan meminta kebaikan-kebaikan menghampiri kami.


