Selasa, 01 Januari 2019

Perjuangan Pasangan LDM

 

Menjadi seorang istri itu ternyata tidaklah mudah. Bukan hanya dengan adanya pernikahan, kita menjadi lega, melainkan waspada terhadap tantangan yang akan datang di kemudian hari bersama pasangan kita. Kisahku menikah ketika berkuliah di semester 5 merupakan patut direnungkan. Pasti adanya godaan yang datang apalagi saat masih aktif berorganisasi. Syukurku setelah menikah, suami mengizinkan aku untuk melanjutkan organisasi di kampus. Aku dan suami ditakdirkan untuk LDM (long distance married), pada saat itu aku berkuliah di Bandung dan suami kerja di Kuala Kencana – Papua. Usiaku dan suami berbeda tiga tahun. Selama aku menikah diusia tergolong muda, yaitu 20 tahun, tapi tidak ada salahnya untuk terus belajar menjadi pribadi yang dewasa. Perjuangan menjadi pasangan LDM itu membuatku mengerti bahwa kebersamaan suami istri haruslah berkualitas. Bagaimana cara kita untuk menjalankan quality time bersama suami pada saat masa cuti, apalagi cuti yang diberikan yaitu tiga minggu, namun disyukuri sajalah. Tinggal kita mengatur strategi bahwa pertemuan yang singkat itu dijadikan bermakna bagiku dan suamiku.

Suamiku adalah seorang pria yang memiliki cara tersendiri untuk mengatur hidupnya dan terorganisir, serta aku harus taat mengikuti sistem yang dibuat suami untuk mengatur hidupnya, contohnya aku diajarkan oleh suamiku membuat: (1) proposal kebutuhan harian-bulanan (dikarenakan kami berhubungan jarak jauh, suami memintaku untuk membuat proposal agar kebutuhan terpantau dan terpenuhi). Isi dari proposal tersebut yaitu berupa kebutuhan harian seperti belanja bahan makanan untuk sehari-hari sampai alat mandipun dicatat, barulah ditotalkan estimasi harga dan pengeluaran yang ditulis olehku pada akhir bulan, lalu kami evaluasi. Awalnya berat untuk melakukan semua itu, namun ya inilah yang harus kulalui dan belajar untuk mengatur kebutuhan rumah tangga, dan Alhamdulillah terbiasa; (2) aku diajarkan untuk membuat schedule time selama suami cuti, dari kurang lebih tiga minggu cuti, aku dan suami berdiskusi dan menulis catatan untuk merencanakan kegiatan apa saja yang akan dilakukan pada masa cuti tersebut, sehingga tidak ada waktu yang terbuang sia-sia. Untuk urusan kegiatan dadakan, kami menyesuaikan, karena kami hanya bisa merencanakan, namun Allah Swt. yang menentukan; (3) aku diajarkan membuat pos-posan, seperti pos emergency, pos bulanan suami-istri, pos investasi, pos infaq, dan lain-lain; (4) . ; dan 5) aku disarankan untuk menjadi full time mommy oleh suamiku.