Sabtu, 30 Oktober 2010

Tawakkal

Tawakkal , menurut Imam Al Ghazali adalah ibadah hati yang paling utama. Menurut Ibnul Qayyim, tawakkal bahkan merupakan separuh dari agama, dan separuh sisa inabah atau kembali kepada Allah. Ibnul Qayyim menyimpulkan hal tersebut dari firman Allah,” Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya aku kembali.”(QS. Hud:58)

Selain merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya para ulama menundukkan tawakkal secara istimewa karena tawakkal termasuk sikap fundamental dalam diri seseorang Muslim. Tanpa tawakkal,tidak ada kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup.Manusia akan cenderung menghadapi persoalan hidup secara emosional,mudah frustasi ,dan akhir putus asa.
Keputusasaan dan frustasi adalah pintu berbagai perbuatan dosa, bahkan bisa menjurus pada sikap syirik.Allah SWT berfirman melalui lisan Nabi-Nya : “ Mengapa kami tidak akan bertawakkal jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan Hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu, berserah diri “(QS. Ibrahim : 12 ).
Tawakkal adalah amalan para nabi. Sebuah kata-kata indah yang sangat dalam maknanya disebutkan dalam shahih Bukhari dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah saw bersabda,” Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Ia adalah sebaik-baik Pelindung”. Itulah do’a yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim as ketika dilempar ke dalam api, dan juga diucapkan oleh Rasulullah saw saat ditekan dan didesak oleh kepungan orang-orang kafir.
“ Sesungguhnya para manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu.Karena itu takutlah kepada mereka”, Maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab : “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Ia adalah sebaik-baik Pelindung” ( QS. Ali Imran : 173 ).
Perintah bertawakkal tidak menjadikan kita tidak berusaha atau mengabaikan hukum-hukum “sebab-akibat”. Bertawakkal kepada Allah adalah menjadikan Allah sebagai wakil, sehingga mengharuskan kita meyakin bahwa Allah yang mewujudkan segala sesuatu yang terjadi dialam raya ini, sebagaimana mengharuskan kita meyakini bahwa Allah yang mewujudkan segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini, sebagaimana kita sendiri harus menjadikan kehendak dan tindakan sejalan dengan kehendak dan ketentuan Allah swt.

Seorang muslim dituntut untuk berusaha sambil berdoa dan setelah itu ia dituntut lagi untuk berserah diri kepada Allah. Kita dituntut melaksanakan kewajibannya, kemudian menanti hasilnya, sebagaimana kehendak dan ketetapan Allah. Kita harus berusaha dalam batas-batas yang dibenarkan, disertai ambisi yang meluap untuk meraih sesuatu. Tetapi, ketika gagal meraihnya, kita tidak boleh meronta atau berputus asa serta melupakan anugerah Allah swt yang selama ini telah anda capai. Karena itu sikap tawakkal memang tidak mudah.
Setidaknya ada 4 keadaan yang menjadi kendala sikap tawakkal :
Pertama, kurangnya keyakinan terhadap kemahakuasaan Allah swt,
Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitab At Tawakkul , memberikan  ilustrasi sederhana tetapi begitu mengena tentang hal ini. Ia mengatakan,” Karena percaya pada kekuasaan pemerintah, seorang pegawai negeri yang digaji setiap bulan akan tenang hatinya. Tapi ketika situasi pemerintah kacau, pasti kepercayaan pegawai negeri itu juga menipis, bahkan bias jadi lenyap. Ini berbeda bila seorang Muslim bertawakkal kepada Allah swt artinya ia sudah diberi janji oleh Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Kaya, karenanya tidak akan goyah kepercayaannya pada Allah dalam keadaan apapun.” Dengan kata lain, tawakkal hanya ada melalui kesadaran dan keyakinan yang utuh terhadap kemahakuasaan Allah swt.
Dalam sebuah qudsi Allah swt berfirman,” Wahai hamba-hamba-Ku, andaikata orang yang pertama dan terakhir diantara kalian, manusia dan jin diantara kalian, berkumpul disatu daratan yang tinggi, lalu mereka meminta kepada-Ku dan masing-masing Ku-kabulkan permintaannya, maka demikian itu tidak mengurangi milik-Ku kecuali bagai setetes air yang jatuh dari ujung jari yang dicelupkan ke samudera.”(HR. Muslim ). .
Keyakinan kita yang kuat terhadap kemahakuasaan Allah akan membuat sandaran apapun selain-Nya menjadi tidak berarti. Sikap seperti inilah yang diyakini seorang istri ulama ketika ia ditinggal mati suaminya. Ketika ditanya,” Dari mana engkau dan anak-anakmu bias makan sepeninggal suamimu ?” Dia menjawab dengan penuh keyakinan,’Semenjak aku mengenal suamiku, aku senantiasa melihatnya makan dan tidak melihatnya sebagai pem beri rezeki. Orang yang bisa makan pasti akan mati, sedang pemberi rezeki tidak akan mati .’
Kedua, sikap sombong.
Orang yang takjub pada diri sendiri , tertipu oleh kekuatan, kemampuan, kedudukan, kehormatan,dan para pendunkung, akan sulit menggapai sikap tawakkal. Hal ini wajar, karena masih menyandarkan segala sesuatu pada kapasitas dan kemampuan pribadi seraya mengabaikan pihak lain. Akibatnya ia tidak merasa membutuhkan Allah dan tidak mau bersandar kepada-Nya.
Sikap sombong, termasuk salah satu perkara yang merusak, sebagaimana disebut dalam sebuah hadist hasan,” Ada tiga perkara yang merusak : kikir yang ditaati, nafsu yang diikuti , ketakjuban seseorang kepada diri sendiri.” Karena itu, sikap mengenal diri sendiri,menyadari kelemahan , keterbatasan ilmu, dan kehendak adalah modal utama untuk meraih tawakkal.
Allah menciptakan manusia dalam keadaan lemah , dikeluarkan dari perut ibunya tanpa mengetahui apa-apa, lalu diberi saran pendengaran yang memungkinkan menjadi khalifah dibumi. Namun demikian, ilmunya tetap sebatas ilmu manusia . Atau diberi sebagai makhluk Allah, ia diciptakan dari tidak ada dan akhirnya akan menemui kematian. Kesadaran tentang hal ini akan menjadi pendorong terbesar bagi seorang hamba bergantung kepada Allah.
Benarlah ungkapan salafus –shalih,” Barangsiapa yang mengetahui dirinya, tentu ia mengenal Rabbnya”.
 Ketiga, Condong kepada makhluk.
Yakni mengandalkan kapasitas dan kemampuan makhluk dalam memenuhi berbagai macam kebutuhan.
Firman Allah, (QS. Al A’raaf : 194 ) •“ Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka serulah berhala-berhala itu lalu biarkanlah mereka mmperkenankan permintaanmu, jika kamu memang orang-orang yang benar.”
Keempat, mencintai dan terpedaya oleh dunia.
Kita tidak ingin tenggelam dan terpedaya oleh fatamorgana dunia, mengekor dibelakang kenikmatannya, dan bergantung pada hiasan dan ambisi dunia, sebagaimana firmannya QS. Ali Imran : 14 Karena itu Rasulullah berdoa :”Ya Allah , janganlah Engkau jadikan cobaan kami dalam agama kami, dan janganlah Engkau jadikan dunia sebagai hasrat kami yang paling besar dan me njadi tujuan pengetahuan kami.”( HR Turmudzi dan Hakim )
Jika kita telah memiliki ketawakkalan yang indah itu, maka Allah swt pasti memberi kebaikan yang kita inginkan, sebagaiman FirmanNya : “ Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah maka sudah cukup baginya” ( QS At Talaq : 3 )

Karena itulah kita melantunkan ,”( Ya Allah lapangkanlah seluruh relung hati ini ) dengan keindahan bertawakkal pada-Mu …“
Sumber : Buku Syarah Do’a Rabithah “Saudaraku , Kuhadirkan Wajahmu dalam Do’aku”

1 komentar: